Knowing of Hypertension

hypertension.jpg (Gambar JPEG, ukuran piksel 325x265)_1248701764147 A. Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah normal seperti yang disepakati oleh JNC-7 yaitu lebih atau sama dengan 140/90mmHg.

B. Insiden

· Meningkat seiring bertambahnya usia, 2% usia 25 tahun, 25% usia 50 tahun, 50% usia 70 tahun.

· Terapi biasanya bermanfaat untuk tekanan darah >140/90 mmHg yang menetap

C. Klasifikasi Hipertensi :

1. Hipertensi Esensial

a. Definisi

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

b. Patogenesis :

Terjadi karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu, yaitu

- Faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetik.

- System saraf simpatis : tonus simpatis dan variasi diurnal

- Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi.

- Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada system renin, angiostensin dan aldosteron.

c. Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg)


TDD (mmHg)

Normal

< 120

Dan

< 80

Prahipertensi

120 – 139

Atau

80 – 89

Hipertensi Derajat 1

140 – 159

Atau

90 – 99

Hipertensi Derajat 2

≥ 160

Atau

≥ 100

d. kerusakan organ target

1. Jantung

- Hipertrofi ventrikel kiri

- Angina atau infark miokardium

- Gagal jantung

2. Otak

Stroek atau transient ischemic attack

3. Penyakit ginjal kronis

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati

Ø Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi antara lain :

o Merokok

o Obesitas

o Kurang aktivitas fisik

o Dislipidemia

o DM

o Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit

o Umur (laki-laki >55thn, perempuan 65 tahun)

o Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler premature (laki-laki < 55 thn, perempuan < 65 tahun).

e. Evaluasi hipertensi

Evaluasi hipertensi bertujuan untuk

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor resiko kardiovaskuler lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan pengobatan

2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah

3. Menentukan ada atau tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler

Evalusi hipertensi dilakukan dengan cara :

Meliputi : Anamnesis, RPS, RPD, RPK, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi :

Ø Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

Ø Indikasi adanya hipertensi sekunder

o Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

o Adanya penyakit ginjal, ISK, hematuria, pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain

o Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

o Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

Ø Faktor risiko

o Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien.

o Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

o Riwayat DM pada pasien atau keluarganya

o Kebiasaan merokok

o Pola makan

o Kegemukan, intensitas olahraga

o Kepribadian,

Ø Gejala kerusakan organ

o Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attack, deficit sensorik atau motorik

o Jantung : papitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

o Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri

o Arteri perifer : ektrimitas dingin, klaudikasio intermitten

Ø Pengobatan antihipertensi sebelumnya

Ø Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

Pemeriksaan Penunjang :

  • Pastikan adanya hipertensi : Dengan pemeriksaan TD berulang, dan pencatatan selama 24 jam.
  • Cari penyebab sekunder : Penyakit ginjal ( kadar kreatinin dll ), Coartasio aorta(foto thorax), hipokalemi (sind cushing dan conn)
  • Lakukan pemeriksaan kerusakan organ target : EKG, USG jantung (untuk mencari massa ventrikel kiri), fungsi ginjal.

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah juga untuk evalusi penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.

F. Pengobatan

Tujuan pengobatan yaitu :

1. Target tekanan darah < 140/90mmHg, untuk individu berisiko tinggi ( diabetes, gagal ginjal, proteinuria ) < 130/80mmHg

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Pengobatan hipertensi terdiri dari :

1. Terapi non farmakologi :

- Menghentikan merokok

- Menurunkan berat badan berlebih

- Menurunkan konsumsi alkohol berlebih

- Latihan fisik

- Menurunkan asupan garam

- Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran

2. Terapi farmakologi

- Diuretika, terutam jenis thiazide ( thiaz ) atau aldosteron antagoni

- Beta Bloker ( BB )

- Calsium Channel Bloker atau Calcium antagonis ( CCB )

- Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor ( ACEI )

- Angiotensin II Receptor Bloker atau AT1 receptor antagonis / bloker ( ARB )

2. Hipertensi sekunder

A. Hipertensi pada Penyakit Ginjal

Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik baik pada kelainan glomerulus maupun kelainan vaskuler.

Patogenesis

Dikelompokkan menjadi :

  • Penyakit Glomerulus akut

Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkab hipervolemi. Retensi natrium terjadi akibat adanya peningkatan absorbsi Na di ductus koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan oleh karena adanya resistensi relative terhadap hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas popa Na-K-ATPase diKoligentes

  • Penyakit Vaskular

Kemungkinan terdapat iskemia yang merangsang system renin angiotensin aldosteron.

  • Gagal Ginjal Kronik

Disebabkan karena hal-hal berikut :

Ø Retensi natrium

Ø Peningkatan system RAA akibat iskemia relative karena kerusakan regional

Ø Aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal

Ø Hiperparatiroid sekunder

Ø Pemberian eritripoetin

  • Penyakit Glomerulus Kronik

Selain RAA ada juga kalikrein-klinin akan merubah bradikininogen menjadi bradikinin kemudian menjadi ACE akan merubah bradikinin menjadi fragmen inaktif yang dapat menigkatkan tekanan darah.

Pengobatan

Pada kelompok glomerulus akut dan kronik digunakan diuresis, pengurangan cairan dengan dialysis, ACEI atau ARB.

Pada kelainan vaskuler ginjal digunakan ACEI dan ARB

Pada gagal ginjal kronik digunakan diuretik atau ACEI / ARB atau BBC /BB tetapi harus diingat efek sampingnya. Jika terjadi hiperkalemi / penurunan fungsi ginjal > 30% obat –obat tersebut harus dihentikan.

B. Hipertensi Renovaskuler

Etiologi

Ø Lesi Aerosklerotik Arteri Renalis

Ø Displasia Fbromuskular

Ø Penyebab lain

Arteri takayasu, neurofibromatosis, fistula arteri-vena renalis, arteritis radiasi

Patofisiologi

Menurut percobaan Goldblatt tahun 1934, didapatkan hipertensi persisten pada anjing percobaan yang dilakukan konstriksi pada arteri renalisnya.

Fase akut, konstriksi arteri renalis segera akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan juga renin angiostensin aldosteron. Pemberian angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI) atau saralasin (suatu angiotensin receptor blocker = ARB) dapat mencegah tekanan darah ini, mengindikasikan bahwa peningkatan tekanan darah ini merupakan akibat dari hiperreninemia.

Fase Kronik, setelah beberapa hari, tekanan darah tetap meningkat tetapi renin dan aldosteron mulai menurun ke nilai normal. Pada fase ini perlangsungan dari hipertensi berbeda tergantung dari apakah ginjal kontralateral intak ataukah tidak, serta dari spesies yang diteliti. Umumnya penelitian dilakukan pada tikus.

Diagnosis

Arteriografi merupakan pemeriksaan baku untuk diagnosis stenosis arteri renalis karena pemeriksaan fisisk saja tidak cukup.

Gambaran klinik

- Hipertensi yang timbul pada usia kurang dari 30 tahun atau lebih dari 50 tahun

- Hipertensi akselerasi / hopertensi maligna

- Hipertensi yang persisiten dengan pemberian 3 atau lebih macam obat hipertensi

- Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

- Perburukan fungsi ginjal dari pasien hipertensi yang diobati dengan ACE atau ARB

- Hipertensi dengan bising pada abdomen

- Hipertensi dengan odema paru yang berulang

Pengobatan

1. Medikamentosa

Pengobatan seperti pada hipertensi primer hanya saja harus diperhatikan saat pemberiaan ACE atau ARB karena merupakan kontra indikasi pada stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis unilateral pada pasien dengan satu ginjal

2. Angioplasti perkutan

3. Revaskularisasi dengan tindakan bedah

C. Hipertensi Aldosteronisme Primer

Gejala dan Tanda

Hipokalemia membuat pasien mengeluh adanya rasa lemas dan tekanan darah biasanya tinggi dan sukar dikendalikan. Pasien tanpa hipokalemia tidak terdapat gejala lemas.

Patofisiologi

Sel kelenjar adrenal yang mengalami hyperplasia atau adenoma menghasilkan hormon aldosteron secara berlebihan. Peningkatan kadar serum aldosteron akan merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel principal membrane luminal dari duktus kolektikus bagian kortek ginjal. Akibat penambahan jumlah ini, resorbsi natrium mengalami peningkatan. Absorbsi natrium juga membawa air sehingga tubuh menjadi cenderung hipervolemia. Sebaliknya kalium diekskresi keluar melalui saluran kalium.

Hipokalemia dan hiperaldosteron akan merangsang pompa H-K-ATPase ditubulus distal yang mengakibatkan peningkatan eksresi ion –H, selanjutnya akan memelihara keadaan alkalosis metabolis.

Hipertensi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh hipervolemi yang menetap.

Diagnosis

Bila dicurigai hiperaldosteronisme primer maka dilakukan pemeriksaan serum aldosteron dan Plasma Renin Activity (PRA) secara bersamaan.

Pengobatan

1. Medikamentosa

- Spironolakton 12,5 – 25 mg per hari

Sangat efektif untuk mengendalikan tekanan darah dan menormalkan kadar kalium plasma tetapi jka diberikan dalam jangka panjang akan menyebabkan gangguan haid, ginekomastia, gangguan traktus gastrointestinal

- Eplerenon dosis 2 kali 25 mg per hari

2. Non medikamentosa

- Mengurangi asupan garam dalam makanan

- Olah raga yang teratur

- Menghindari konsumsi alkohol

- Menormalkan berat badan

D. Feokromositoma

Adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai bila ada riwayat dalam keluarga. Selain itu ada tanda-tanda 5H mencurigai feokromositoma yaitu : hipertensi, Headache/sakit kepala, hipermetabolisme, hiperhidrosis, hiperglikemia.

Gambaran klinis

Tanda klinis untuk mencurigai adanya Feokromositoma :

Ø Hipertensi menetap atau yang paroksismal disertai sakit kepala, berdebar dan berkeringat.

Ø Hipertensi dengan riwayat feokromositoma dalam keluarga

Ø Hipertensi yang refrakter terdapat obat terutama disertai berat badan menurun

Ø Sinus takikardia

Ø Hipertensi ortostatik

Ø Aritmia rekuren

Ø Tipe MEN 2 atau MEN 3

Ø Krisis hipertensi yang terjadi selama pembedahan anestesi

Ø Mempunyai respon kepada ®-blocker

Ada beberapa kondisi terkait dengan feokromositoma :

Ø Neurofibromatosis

Ø Sklerosis fibrosis

Ø Sindrom sturge-weber

Ø Penyakit von Hippel-Lindau

Ø MEN, tipe 2 :

Feokromositoma

Paratiroid adenoma

Karsinoma tiroid medulla

Ø MEN, tipe 3 :

Feokromositoma

Karsinoma tiroid medulla

Neuroma mukosa

Ganglioma abdominalis

Habitus marfanoid

Diagnosis

Berdasarkan keluhan dan gejala kliniknya dan membutuhkan konfirmasi laboratorium dengan mengukur ketokolamin darah atau urin. Terdapat peningkatan kadar ketokolamin 5-10 kali normal

Terapi

Bila tumor sudah ditegakan dan dilokalisasi pasien disiapkan operasi sebelumnya mengontrol tekanan darahnya dengan beta bloker.

E. Hipertensi pada Kehamilan

Klasifikasi dan Definisi Hipertensi pada Kehamilan

Ø Preeklampsia, adalah hipertensi (140/90 mmHg) dan proteinuria (300mg/24 jam urin) yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu pada perempuan yang sebelumnya normo tensi.

Ø Hipertensi kronik : sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolic > 90 mmHg yang telah ada sebelum hamil, pada saat hamil 20 minggu dan bertahan 20 minggu pasca partus.

Ø Preeklamsia pada hipertensi kronik, adalah hipertensi pada perempuan hamil yang kemudian mengalami proteinuria, atau pada yang sebelumnya sudah ada hipertensi dan proteinuria, adanya kenaikan mendadak tekanan darah atau proteinuria, trombositopenia, atau peningkatan enzim hati.

Ø Hipertensi gestasional yang sesaat, bisa terjadi pada saat kehamilan 20 minggu tetapi tanpa proteinuria. Pada perkembangannya dapat terjadi proteinuria sehingga dianggap sebagai preeklamsia. Kemudian dapat juga keadaan ini berlanjut menjadi hipertensi kronik.

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah Hb atau Ht untuk melihat kemungkinan hemokonsentrasi.

Pengobatan

1. Non farmakologis

Pada kisaran sistolik 140-160 mm Hg dan diastolik 90-99 mmHg dapat berupa pengawasan yang ketat, pembatasan aktifitas fisik, tirah barig miring ke kiri, diet normal tanpa pembatasan garam.

2. Pemberian obat hipertensi

Obat anti hipertensi

 

Agonis alfa sentral

Metildopa, obat pilihan

Penghambat beta

Atenolol dan metaprolol aman dan efektif pada kehamilan trimester terakhir

Penghambat alfa dan beta

Labetalol.efektif seperti metildopa pada kegawatan bisa diberikan intravena

Antagonis kalsium

Nifedipin oral, isradipin intravena dapat dipakai dalam kegawatan hipertensi

Inhibitor ACE dan antagonis angiotensin

Kontra indikasi, dapat meyebabkan kematian janin dan abnormalitas

Diuretik

Direkomendasikan bila telah dipakai sebelum kehamilan. Tidak direkomendasikan pada preeklamsia

Vasodilator

Hydralazine tidak dianjurkan lagi mengingat efek perinatal

F. Krisis Hipertensi

Adalah keadaan klinis yang ditandai dengan tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemunginan akan timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target.

Klasifikasi

Dikelompokkan menjadi 2 :

1. Hipertensi Darurat (emergency hypertension) : dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam menit-jam) untuk mencegah/membatasi kerusakan organ.

2. Hipertensi Mendesak (Urgency hypertension) : dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat.

Gejala

- Nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta.

- Mata kabur pada edema papila mata.

- Sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak.

- Gagal ginjal akut pada gangguan ginjal.

- Sakit kepala dan tengkuk pada kenaikan tekanan darah pada umumnya.

Kriteria diagnosis

Hipertensi emergensi

- Perdarahan intrakranial

- Ensefalopati

- Angina pectoris tidak stabil

- Infark miokard

- Gagal jantung kiri dengan odema paru

- Dissecting aneurisma aorta

- Eklamsia

- Stroke hemoragik

- Krisis pada feokromositoma

- Gagal atau insufisiensi gagal ginjal akut

- Hematuria

Hipertensi urgensi

- Hipertensi berat ( stage 3 JNC VI )

- Adanya edem papil

- Komplikasi organ sasaran hipertensi yang progresif

- Hipertensi karena stres

- Hipertensi perioperasi

- Stroke non hemoragik

Gambaran klinik

Gambaran klinik hipertensi darurat, tekanan darah >220/140 mmHg :

Funduskopi : Perdarahan, eksudat, edema papilla

Status neurology : Sakit kepala, kacau gangguan kesadaran, kejang, lateralisasi.

Jantung : denyut jelas, membesar dekompensasi oliguria

Ginjal : uremia, proteinuria

Gastrointestinal : mual, muntah

G. Hipertensi Maligna

• Tekanan darah ≥ 220/120, disertai enselopati hipertensif dan atau kerusakan organ target akut.

• Hipertensif fase maligna : kombinasi hipertensi, perubahan retina yang berat, gagal ginjal progresif yang bila tidak diobati tingkat mortalitasnya sebesar > dari 50% per tahun

Terapi : rawat di rumah sakit, obat anti hipertensi iral natrium nitriprosida dan labetolol (iv) yaitu beta bloker yang memiliki efek antagonis terhadap alpha adrenergik.

D. Gambaran klinis Hipertensi

  • Biasanya asimtomatik, sampai terjadinya kerusakan organ target.
  • Sebagian besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan dengan tekanan darah
  • Fase yang berbahaya biasa ditandai oleh nyeri kepala dan hilangnya penglihatan (papilaedema)

E. Terapi

  • Terapi komprehensif ; Mengontrol faktor KV seperti merokok , kontrol DM, dan kolesterol
  • Terapi non farmakologis ; Modifikasi gaya hidup, seperti penurunan berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, dan olahraga yang teratur.
  • Terapi farmakologis; B- BLOKER : ATENOLOL, METOPROLOL (denyut jtg dan TD menurun), efek samping letargi, impotensi, perifer dingin, eksaserbasi diabetes, dan hiperlipidemia.
  • DIURETIK : TIAZID DAN BENDROFLUAZID,aman untuk digunakan.
  • ANTAGONIS CANAL CALSIUM : NIFEDIPIN, menyebabkan takikardia refleks, kecuali bila diberikan juga beta bloker.
  • ACE INHIBITOR : CAPTOPRIL, ENALAPRIL, RAMIPRIL, memberi efek antihipertensi dengan menghambat pembentukan angiostensin II
  • ANGIOSTENSIN II ANTAGONIS : LOSARTAN, VASARTAN, efesikasinya sebanding dengan obat ACE inhibitor.
  • ALPHA ANTAGONIS : DOKSAZOSIN. Vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan bekerja antagonis terhadap alpha adrenergik pada pembuluh darah perifer.

Berbagai Sumber

0 komentar: